Oleh: Putri Aprilia
Sebagai bagian dari kebudayaan, setiap negara memiliki tradisi minum teh yang unik. Di Jepang misalnya. Minum teh dilakukan dengan beberapa langkah tertentu layaknya sebuah ritual. Hal tersebut tentu sudah menjadi turun-temurun. Ritual minum teh biasanya bertujuan untuk menjamu tamu dan untuk menambah kehangatan keluarga. Di kutip dari laman internet, tradisi minum teh dibawa oleh pemerintah belanda pada abad 17. Kemudian masyarakat Indonesia mulai terbiasa dengan jamuan minum teh di tengah keluarga sehari-hari. biasanya lagi, teh dinikmati dengan cemilan sambal berbincang-bincang santai.
Tentunya kita menyadari bahwa hidup tidak hanya berurusan dengan Tuhan, tetapi juga berurusan dengan sesama manusia, pun sebaliknya. Itulah mengapa kita diciptakan sebagai makhluk sosial yang hakikatnya hidup dalam sosial. Bukan hanya di sosial media. Di era digital saat ini, kecanggihan teknologi seperti dua sisi mata uang. Di satu sisi mendekatkan yang jauh, di sisi yang lain malah menjauhkan yang dekat. Kalau dalam sebuah perkumpulan-meet up misalnya- masing-masing asyik memegang ponsel pintarnya, seolah dunia ada di dalam tanganya. Kita jadi sering kehilangan esensi dari pertemuan itu. Bercengkrama mungkin menjadi tidak terlalu penting untuk menjalin silaturahim.
Kalau bicara tentang teh, ada yang terlintas kisah menarik tentang teh saat di tempat KKN. Apa yang menarik tentang teh? Bisa dibilang teh panas merupakan minuman wajib yang dihidangkan ketika ada orang bertamu. Apapun cuacanya, hujan, gerimis manja, berawan, dan saat panas terik pun minumnya tetap teh panas. Tidak ada yang salah dengan teh panas, kami saja yang tidak terbiasa. Pernah suatu hari, ketika sedang silaturahim ke rumah-rumah warga, hampir setiap singgah kami disuguhkan teh panas. Bukan perkara tehnya, tetapi panasnya. Hehehe.
Dalam budaya jawa, teh yang dihidangkan sebisa mungkin dihabiskan sebagai wujud penghargaan dan bentuk sopan santun. Sembari menunggu teh menjadi hangat kami bisa berbincang-bincang dahulu. inilah mengapa teh yang dihidangkan sangat panas, agar waktu mengobrol lebih panjang dan waktu untuk segera pamit tidak disegerakan. Kalau teh dihidangkan hanya untuk menghilangkan dahaga, tentu teh bisa dibuat tidak terlalu panas. Menarik ya? Namun agaknya, kami belum terbiasa sehingga baru lima rumah yang kami kunjungi kami sudah mabok teh panas.
Teh panas yang manis, bukan hanya hidangan saat bertamu. Teh yang dihidangkan tidak memperlihatkan status, tetapi lebih dari itu, yaitu bentuk penerimaan. Berangkat dari cerita itu, budaya menghidangkan teh menjadi sangat humanis ketika bertamu. Dengan demikian, teh panas yang dihidangkan saat bertamu dapat disebut kearifan lokal yang perlu tetap dilestarikan.
Sumber :
- https://www.google.co.id/imgres?imgurl=https%3A%2F%2F3.bp.blogspot.com%2F-jtI2_f-Wm4M%2FV99PzlfU8XI%2FAAAAAAAAAkQ%2FXMt84LHifZc8MvJGvJJefmwTONDrHFmjgCLcB%2Fs1600%2Ftea.jpg&imgrefurl=https%3A%2F%2Fgusyu01.blogspot.com%2F2016%2F09%2F14-manfaat-teh-manis-hangat-bagi-tubuh.html&docid=3YASMjit85wFgM&tbnid=A79NnliEoga1oM%3A&vet=10ahUKEwiAh7zzj_zVAhUlT48KHcaCAcgQMwgtKAMwAw..i&w=995&h=800&bih=523&biw=1138&q=foto%20teh%20manis&ved=0ahUKEwiAh7zzj_zVAhUlT48KHcaCAcgQMwgtKAMwAw&iact=mrc&uact=8
- http://travel.kompas.com/read/2014/10/12/200800427/Uniknya.Tradisi.Minum.Teh.di.Berbagai.Negara